Argue

Kamis, 29 Mei 2014

PEMBANGUNAN PARIWISATA NTT: ANTARA OBSESI DAN REALITA

Pengantar
            Nusa Tenggara Timur (NTT) menyongsong suatu harapan baru dengan dikukuhkan Komodo sebagai New Seven Wonders. Ini artinya geliat pariwisata di NTT mulai digerakan. Perlahan namun pasti, merangkak namun berusaha untuk berjalan walau perlu dipapah. Setidaknya ada secuil optimisme bahwa Indonesia bukan hanya punya Bali, tetapi Indonesia juga punya NTT.
            Menyambut penetapan Taman Nasional Komodo sebagai 7 Kejaiban Duna Baru maka Pemerintah Pusat mulai berpikir untuk melirik NTT dalam bidang pariwisata. Dengan demikian tercetuslah ide Sail Komodo 2013 yang diselenggarakan dari tanggal 4 Agustus sampai 14 September 2013 dengan acara puncak terjadi di Labuan Bajo, yang dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono. Menurut Sharif C. Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Panitia Sail Komodo 2013 (Tio Sukanto, 2013), Sail Komodo dilakanakan dengan sejumlah tujuan strategis yaitu, menjadi panutan mempercepat pembangunan daerah kepulauan dan daerah terpencil, untuk meningkatkan integrasi dan sinergi program yang cross-ministerial/institutional untuk memastikan pembangunan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan, untuk memperluas nasionalisme Indonesia dan pilihan destinasi pariwisata internasional, untuk membangun kembali kejayaan Indonesia sebagai negara maritim, dan untuk mengembangkan rute kapal pesiar berlayar di perairan Indonesia.
Bukan sebuah obsesi berlebihan, jika mengandalkan pariwisata untuk mensejahterakan masyarakat NTT. Karena jika melihat potensi pariwisata yang dimiliki, nischaya ada harapan itu, tergantung good will dan political will dari stakeholder dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT untuk mulai melakukannya. NTT kaya akan potensi wisata alam dan wisata budaya yang laik jual di dunia Internasional. Namun diantara peluang sekaligus obsesi itu terbentang realita akan minimnya aksesibilitas seperti keterbatasan infrastruktur, minimnya promosi dan informasi, kurangnya sarana transportasi; pola pikir dan partisipasi masyarakat yang masih rendah dan kesulitan menggandeng pelaku-pelaku pariwisata dalam hal ini investor. Tak lupa pula kebijakan pemerintah dalam mendukung geliat wisata ternyata belum menusuk ke jantung kepariwisataan sebagai lokomotif ekonomi daerah. Sinergisitas antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pun belum sejalan dan se-visi dalam membangun sektor pariwisata.
Tulisan ini ingin membedah kosep pembangunan pariwisata di NTT dengan melihat potensi alam dan budaya yang ada lalu disinkronkan dengan program pemerintah Provinsi NTT serta merekomendasikan beberapah langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan geliat dan daya saing pariwisata NTT untuk kemaslahatan masyarakat NTT seutuhnya.
           
NTT dan Potensi Pariwisata
NTT, salah satu Provinsi di bagian Timur Indonesia, yang memiliki letak strategis karena berbatasan langsung dengan dua negara yakni Australia dan Timor Leste. Sebagai beranda terdepan Indonesia, NTT harus digerakan dan digali potensinya untuk dapat berlari mengejar ketertinggalan dari provinsi lain di Indonesia.
Berdasarkan data BPS Provinsi NTT (2013), NTT masuk kategori 10 provinsi termiskin di Indonesia dengan pendapatan perkapita sebesar 6,7 juta rupiah,  garis kemiskinan pada Maret 2013 sebesar Rp. 235.805 perkapita/bulan. Jumlah penduduk miskin per Maret 2013 sebesar 993, 56 ribu orang (20,03 %). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 3,393, sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 0,875. Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT pada triwulan III tahun 2013 mencapai 3,96%.
Walaupun merana dalam kemiskinan menurut angka BPS, namun masyarakat NTT perlu bersyukur karena dikarunia alam yang eksotis serta kaya akan seni dan budaya. Dengan konturnya yang banyak gunung dan perbukitan serta letaknya berada di dekat pantai membuat NTT memiliki alam yang unik. Wilayah lautan yang lebih luas dari daratan membuat NTT memiliki banyak potensi yang terdapat di laut. Potensi-potensi yang dimiliki NTT ini memiliki nilai jual yang tinggi, tinggal pemerintah bergandengan tangan dengan pelaku-pelaku pariwisata untuk membangkitkan wisata di NTT yang selama ini tidur lelap, mendandani ‘perawan’ ini agar semakin menarik.
Adapun potensi wisata di NTT sesuai data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT (2012) dapat diuraikan sebagai berikut:
1.        Wisata Alam
1)        Taman Nasional Komodo
Taman ini didirikan tahun 1980 letaknya di antara Pulau Sumbawa dan Flores dengan luas 1817 km2 yang 6 tahun kemudian ditetapkan sebagai situs warisan alam dunia dan cagar biosfir oleh UNESCO tempat konservasi untuk melestarikan Komodo, sebetulnya bukan hanya habitat naga purba yang legendaris ini saja yang dilestarikan karena TNK juga rumah bagi begitu banyak keanekaragaman hayati didarat maupun laut, jadi disana mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan yang elok dan aktifitas binatang yang menarik.
TNK terdiri dari 3 pulau besar yang indah, Pulau Komodo, Rinca dan Padar, selain tempat habitat Komodo taman ini juga sebagai rumah bagi setidaknya 1000 spesies ikan, ratusan spesies karang, koral dan 70 jenis tanaman sponge , 19 spesies paus dan lumba-lumba, juga banyak terdapat plankton yang merupakan makanan utama Pari Manta (Manta Birostris), binatang eksotis yang bisa dijadikan ikon bahari kawasan TNK.
2)        Danau Tri Warna Kelimutu
Objek Wisata Taman Nasional Gunung Kelimutu terletak di Kabupaten Ende. Obyek wisata ini terkenal karena keindahan Danau Tiga Warna Kelimutu yang berwarna-warni. Keindahan tempat wisata Danau Kelimutu sudah diketahui sejak jaman kolonialisme Belanda. Sejak saat itu, masyarakat Eropa berdatangan kesana untuk mengunjungi obyek wisata yang menakjubkan tersebut.
Pesona Danau Tiga Warna dan alam pulau Flores menghasilkan pemandangan tempat wisata yang menarik dan tidak terlupakan. Objek wisata Danau Kelimutu yang warnnya yang berubah-ubah juga diabadikan dalam salah satu nominal uang kertas negara Indonesia.
3)        Pantai Kolbano
Objek Wisata di Pantai Kolbano ini sedikit unik, Bagi kebanyakan wisatawan mengunjungi pesisir pantai yang dipenuhi hamparan pasir putih atau pasir hitam merupakan hal biasa yang dapat kita lihat, namun bagaimana dengan pesisir pantai yang dipenuhi hamparan batu berwarna-warni yang sangat indah dan unik, bisa jadi menjadi pemandangan baru bagi Anda. Ini bisa Anda lihat dan rasakan hanya di sepanjang pesisir Pantai Kolbano.
Pantai Kolbano terletak di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah Desa Kolbano 17 Km2. Pantai Kolbano terkenal dengan batu warnanya dan sudah dimanfaatkan penduduk setempat sejak tahun 1971. Batu warna di pesisir Pantai Kolbano ini, memiliki bermacam ragam bentuk dan warna. Ada yang berwarna merah, hijau, kuning, hitam, bahkan batu yang bercorak pun ada. Juga ada batu yang memiliki tiga warna (merah, hitam dan krem).
4)        Taman Bawah Laut Selat Pantar
Keindahan dan keunikan alam bawah laut Selat Pantar sangat menakjubkan. Bahkan jika dibandingkan dengan Taman Laut Komodo di NTT, Berau di Kalimantan Timur, Bunaken di Sulawesi Utara dan Raja Ampat di Papua, Selat Pantar masih tetap yang terbaik, meski selama ini untuk diving, taman laut Komodo, Bunaken, Berau, dan Raja Ampat lebih populer, tapi di mata para diver kelas dunia taman laut Selat Pantar yang terletak di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, lebih unggul karena keindahannya yang menakjubkan.
Konon terindah setelah taman laut Kepulauan Karibia. Banyak wisatawan asing yang pernah ke Alor terkagum-kagum. Sebab, selain dimanjakan keindahan taman lautnya, mereka juga menemukan fenomena taman laut tersebut langka dan sangat menarik. Makanya, wajar jika wisata bahari Alor dengan panorama bawah laut yang spefisik di Selat Pantar menjadi primadona dan pemikat bagi para diver kelas dunia dari Amerika, Australia, Austria, Inggris, Belgia, Belanda, Jerman, Kanada, Selandia Baru, dan beberapa negara di Asia.
5)        Batu Termanu
Ada dua Objek Wisata Batu Termanu yaitu : Batu Hun dan Batu Suelay, merupakan obyek wisata alam yang sangat memukau. Setiap perkunjungan wisatawan yang datang ke Kabupaten Rote Ndao. Ketika kapal motor keluar dari pelabuhan Bolok Kupang yang melewati selat Pukuafu dan yang pertama terlihat adalah Batu Termanu yang menjulang tinggi.
Disekitar perairan Batu Hun dijadikan obyek wisata Menyelam dan Memancing karena terdapat terumbu karang Mutiara dan ikan kerapu yang cukup banyak. Batu termanu menurut legenda masyarakat Rote terdiri atas dua buah yaitu yang satunya adalah jenis Pria berada langsung di pinggir pantai leli dan satu lainnya jenis wanita terletak beberapa ratus meter sebelah kanan terletak agak kedalam laut.
6)        17 Pulau Riung
Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau Riung merupakan gugusan pulau-pulau besar dan kecil, dengan jumlah 17 Pulau, yaitu Pulau Pau, Pulau Borong, Pulau Ontoloe (terbesar), Pulau Dua, Pulau Kolong, Pulau Lainjawa, Pulau Besar, Pulau Halima (Pulau Nani), Pulau Patta, Pulau Rutong, Pulau Meja, Pulau Bampa (Pulau Tampa atau Pulau Tembang), Pulau Tiga (Pulau Panjang), Pulau Tembaga, Pulau Taor, Pulau Sui dan Pulau Wire. Keseluruh pulau tersebut tidak dihuni oleh manusia.
Kawasan Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau merupakan tipe hutan kering dengan vegetasi campuran. Hampir di seluruh pesisir pantai gugus pulau kawasan ini ditumbuhi hutan bakau yang masih utuh, terdapat aneka jenis fauna dan juga kaya akan ekosistem terumbu karang dan jenis-jenis biota perairan laut.
7)        Pantai Nembrala
Desa yang terletak di Kecamatan Barat Daya Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur tersebut bak nirwana wisata yang tersembunyi. Jauh dari hiruk pikuk kota dengan kesederhanaan dan keramahan penduduk sekitar.
Obyek wisata ini sudah cukup dikenal bukan saja wisatawan asal Negara Kanguru (Australia ) tapi juga dikenal secara luas oleh para wisatawan Amerika, Eropa dan sebagainya Panorama dan keistimewaan pantai Nemberala – Bo’a karena gelombang laut atau dikenal dengan “Gelombang” yang sangat cocok untuk para wisatawan melakukan olah raga Surfing (selancar) pecahannya ke kanan yang Barat Daya, pantai ini sangat dikenal dengan pasir putih yang indah dan menawan serta ombaknya sangat bagus dan menarik dengan 8 kali gulungan merupakan tantangan bagi peselancar dunia. Desa wisata Nembrala. Desa ini menawarkan pemandangan pantai, rimbunan pohon kelapa yang menjulang tinggi dengan daunnya yang meneduhkan.
8)        Air Terjun Oenesu
Obyek wisata ini terletak di Desa Oenesu Kabupaten Timor Tengah Selatan. Keunikan dari air terjun ini adalah memiliki empat tingkat dengan debit air yang cukup walaupun di musim kemarau dan terdapat batuan yang mirip singa dan mulut gorilla. Tempat ini ramai dikunjungi wisatawan lokal kala hari libur.
9)        Pantai Lasiana
Pantai nan landai sekitar 3,5 hektar atau tepatnya 35.065 persegi ini, berudara sejuk karena dinaungi 65 pohon kelapa dan 230 pohon lontar tua yang hingga kini masih produktif. Pantainya berpasir putih halus, lautnya biru, airnya jernih dengan debur ombak yang bergulung-gulung kecil, tenang. Keindahan pantai ini bukan karena fasilitas buatan, tetapi lebih karena karakter alamnya. Pantai Lasiana mempunyai topografi menarik, pada bagian barat terdapat perbukitan, sehingga keseluruhan kawasan ini mempunyai variasi unik, yaitu perpaduan antara perbukitan dan pantai.

2.        Wisata Budaya
1)        Kampung Megalitikum Bena
Bena adalah nama sebuah perkampungan tradisional yang terletak di Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, Ngada. Desa ini terletak di bawah kaki Gunung Inerie sekitar 13 km arah selatan Kota Bajawa. Perkampungan adat ini terkenal karena keberadaan sejumlah bangunan megalitik yang dimiliki dan tata kehidupan masyarakatnya yang masih mempertahankan keaslian perkampungan tersebut.
2)        Upacara Pasola
Pasola adalah salah satu bentuk ritual budaya kebanggaan masyarakat Sumba Barat. 
Pada saat pelaksanaan Pasola, kedua kubu yang berlawanan secara adat dengan cara menunggang kuda sambil yang sedang berlari kencang mengejar dan melempari lawan dengan sebatang kayu/tombak. Keberhasilannya ditandai dengan tetesan darah yang mengalir dari tubuh lawan. Apabila ada kecelakaan dalam pertandingan tersebut maka tidak ada sangsinya. Pasola digelar secara ketat sekali dalam setahun di bulan Pebruari berawal dari Kodi, Lamboya, Gaura dan kemudian berakhir di Wanokaka pada bulan Maret.
3)        Penangkapan ikan paus secara tradisional di Lamalera
Cuma ada satu-satunya di dunia, menangkap mamalia terbesar di laut dengan cara tradisional. Dengan menggunakan peledang (sampan/perahu dayung) masyarakat Lamalera memburu mamalia terbesar ini dan menikamnya dengan sebilah tombak yang mirip trisula yang diikatkan dengan tali. Sebelum melakukan penangkapan, terlebih dahulu dibuat upacara adat di tepi pantai.
4)        Wula Podu
Wulla Podu disebut juga dengan Bulan Pemali merupakan suatu ritual budaya yang sangaat misterius, unik, dan menarik. Ritual Wulla Podu yang digelar secara ketat dan sakral selama bulan Nopember setiap tahun berawal dari kemah suci di kampung Tarung yang disebut dengan Uma Rowa Uma Kalada. Pelaksanaan Wulla Podu ditandai pula dengan adanya larangan-larangan tidak boleh meratapi orang mati, tidak boleh membunyikan bunyi-bunyian dan tidak boleh menyelenggarakan pesta. Pada puncak penyelenggaraan ritual Wulla Podu di tandai pula dengan digelarnya atraksi kesenian dan berbagai permainan rakyat. Lokasi pelaksanaan Wulla Podu yakni di kampung Tarung yang terletak di tengah kota Waikabubak dan Kampung Bondo Maroto kurang lebih 30 menit kearah Utara kota Waikabubak.

5)        Reba
Upacara Adat Reba merupakan upacara adat yang bertujuan untuk melakukan penghormatan dan ucapan rasa terima kasih terhadap jasa para leluhur. Upacara ini diadakan setiap tahun baru, tepatnya di bulan Januari atau Februari dan dilaksanakan selama tiga atau empat hari. Tuan rumah untuk upacara ini selalu bergiliran pada setiap tahunnya. Sehari sebelum perayaan Reba dimulai, dilaksanakan upacara pembukaan Reba (su‘i uwi). Pada malam su‘i uwi dilakukan acara makan minum bersama (ka maki Reba) sambil menunggu pagi. Pada pagi harinya, ketika upacara berlangsung, para tamu disediakan makanan dan minuman yang sudah matang dan siap dimakan (Ngeta kau bhagi ngia, mami utu mogo. Kaa si papa vara, ini su papa pinu). Hidangan utama dalam pesta ini adalah ubi. Bagi warga Ngada, ubi diagungkan sebagai sumber makanan yang tak pernah habis disediakan oleh bumi. Karena itu, warga Ngada tidak akan pernah mengalami rawan pangan ataupun busung lapar. Selama upacara Reba berlangsung diiringi oleh tarian para penari yang menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang pada bagian ujungnya dihiasi dengan bulu kambing berwarna putih. (tuba). Sebagai pengiring tarian adalah alat musik gesek berdawai tunggal yang terbuat dari tempurung kelapa atau juga dari labu hutan. Sebagai wadah resonansinya alat musik ini ditutupi dengan kulit kambing yang pada bagian tengahnya telah dilubangi. Sedangkan penggeseknya terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat dengan benang tenun yang telah digosok dengan lilin. Upacara Reba dapat disaksikan di masing-masing kecamatan yang terletak di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi NTT. Masing-masing kecamatan itu adalah Aimere, Bajawa, Mataloko, Jerebu‘u dan So‘a.
3.        Wisata Religius
NTT memiliki salah satu wisata religius yakni Prosesi Jumad Agung di Larantuka Flores Timur. Obyek wisata religius ini merupakan warisan bangsa Portugal, yang hingga saat ini tetap dilestarikan oleh umat katolik di sana sejak setengah abad yang lalu. Upacara ini merupakan prosesi perarakan dengan mengusung Patung Bunda Maria mengelilingi Kota Larantuka.
Masih banyak obyek wisata alam dan budaya di NTT yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, karena NTT memiliki alam yang unik dengan aneka ragam budaya. Selain keunikan alam dan budayanya, NTT juga kaya akan kesenian daerah seperti alat musik sasando, tarian likurai dari Belu, tari caci dari Manggarai, tarian jai dari Ngada, gawi dari Ende, tarian Hedung dari Flores Timur, tarian kataga dari Sumba Barat dan masih banyak yang lainnya. Selain itu, NTT juga memiliki situs-situs sejarah yang memiliki nilai jual yakni rumah pengasingan Bung Karno di Ende Flores, tugu dan gua bunker Jepang di Kupang serta museum daerah NTT.

Pembangunan Pariwisata NTT
           Pariwisata dianggap sebagai fenomena yang berkembang pesat dan telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan dampaknya sangat bervariasi. Di satu sisi, ia memainkan peran penting dalam pengembangan sosio - ekonomi, dan juga dalam beberapa kasus dapat berkontribusi untuk pemahaman yang lebih rinci pada budaya daerah, mencoba untuk meningkatkan kesadaran masyarakat lokal melalui penghormatan terhadap keragaman budaya dan gaya hidup (Nicolae Neacsue, 2009: 7).
Pada tahun 1980-an pengembangan pariwisata di Indonesia sangat dipengaruhi oleh teori pertumbuhan (Gelgel, 2006: 12). Konsep pembangunan yang mengagungkan paradigma pertumbuhan, yang percaya sepenuhnya dengan teori-teori tricle-down effect dimana konsep dasarnya adalah dengan mengembangkan perusahaan besar, secara otomatis akan memberikan pengaruh positif pada perusahaan kecil dibawahnya atau masyarakat kecil disekitarnya (Lejla Zunik, 2012:352). Ternyata kajian empiris menunjukkan bahwa asumsi teori modernisasi ini tidak berjalan dengan baik. Seperti Contoh pengembangan pariwisata di Bali, pada tahun 1970-an dengan Nation Development Program (UNDP) dibangunlah hotel yang menganut teori modernisasi tersebut. Konsep ini mendapat kritikan yang sangat tajam, dimana pariwisata dituduh sebagai neo-kapitalisme, yang hanya mengeksploitasi masyarakat lokal, sementara keuntungan atau manfaat dari pembangunan sebagian besar tersedot keluar, dinikmati kaum kapitalis (Gelgel, 2006: 13).
Menurut Huei-Ju Cen (2008:195) pariwisata konglomerasi memberikan porsi yang sangat kecil kepada masyarakat lokal. Kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan antar lapisan masyarakat makin besar. Pariwisata konglomerasi juga disinyalemen meningkatkan import barang dan jasa, serta membutuhkan lahan yang sangat luas sehingga banyak lahan penduduk masyarakat lokal yang sudah berpindah tangan untuk memuaskan sektor pariwisata yang berskala besar tersebut. Demikian juga kesejahteraan pembangunan infrastruktur semakin tajam antara daerah tujuan wisata dan daerah non-tujuan wisata.
Jika melihat konteks konteks pelaksanaan pembangunan kepariwisataan di Indonesia memiliki banyak tantangan dan peluang yang kalau dilihat sebagai suatu totalitas memiliki posisi yang semakin kuat karena adanya diferensi produk yang cukup banyak. Namun dari 25 daerah tujuan wisata di Indonesia, konsentrasi pembangunan kepariwisataan hanya terjadi dibeberapa daerah tujuan wisata saja seperti Bali, DIY, Sulawesi selatan, DKI Jakarta, Riau, dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi lain, pembangunan dan pengelolaan kepariwisataan belum dilaksanakan secara optimal (Gelgel, 2006: 13). Untuk NTT baru saja mendapat perhatian di bidang pariwisata kala komodo ditetapkan sebagai new seven wonders.
            Dalam rangka mendukung dan meningkatkan promosi pariwisata paska komodo masuk 7 keajaiban dunia baru, Pemerintah Provinsi NTT melalui kepemimpinan Frans Lebu Raya dan Beni Litelnoni baru mulai menyadari bahwa NTT bisa dimajukan dengan menggenjot sektor pariwisata. Dan salah satu program unggulan di masa kepemimpinan mereka yaitu membangun sektor pariwisata di NTT.
            Sebagai follow up dari program pembangunan ini, pemerintah provinsi NTT telah menyiapkan grand desain yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Grand desain ini akan dikolaborasikan dengan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota. Salah satu program provinsi NTT yang akan dilaksanakan adalah membangun desa destinasi wisata. Desa-desa yang ditetapkan sebagai desa wisata akan medapat kucuran dana sebesar 1 miliar rupiah yang bersumber dari APBN. Selain itu Pemerintah Provinsi NTT dengan dukungan pemerintah pusat akan membangun dermaga yacht di Kupang sehingga kedepan pantai Kupang akan dijadikan titik start Sail Indonesia.
            Selain program-program di atas, Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pekerjaan Umum akan membuka akses jalan ke destinasi wisata, dan mendukung pemerintah Kabupaten dalam pembangunan bandara maupun pelabuhan laut. Guna mendukung lalu lintas wisatawan melalui udara, pemerintah provini telah bekerja sama dengan beberapa maskapai penerbangan termasuk Garuda Airlines untuk membuka rute-rute baru penerbangan dari/ke dan di didalam wilayah NTT.

Minim dan Keterbatasan
            Melihat potensi NTT yang kaya akan pesona alam dan budaya, namun NTT diperhadapkan pada minim dan keterbatasan pada hal-hal vital yang mendukung gerak maju kepariwsataan di NTT. Peluang didepan mata terbentang luas, namun hambatan dihadapan pun tidak sedikit untuk diatasi dan butuh energi dan dana untuk menyingkirkan faktor-faktor penghambat itu. Faktor-faktor penghambat pembangunan kepariwisataan di daerah ini. antara lain:
1.        Aksesibilitis  
Melihat kontur NTT sebagai daerah kepulauan maka aksesibilitas amat diperlukan untuk menjadi penghubung daerah tujuan wisata (DTW). Aksesibilitas yang dimaksud disini seperti, ketersediaan informasi atau pusat promosi obyek wisata, sarana transportasi dan sistem komunikasi. NTT sebagai  daerah kepulauan namun masih terbatasnya sarana transportasi, baik darat, laut maupun udara. Dari sisi aksesabilitas, NTT dirasa mengalami banyak kekurangan.
Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTT (2012), untuk NTT hanya terdapat 2 pusat promosi obyek wisata, yaitu di Kupang dan Labuan Bajo. Minimnya pusat informasi tentang obyek wisata ini membuat wisatawan lebih khusus asing, kesulitan mengetahui obyek-obyek wisata di NTT yang layak dikunjungi. Dari sisi transportasi pun NTT boleh dibilang tertinggal karena minimnya penerbangan dan pelayaran laut. Padahal sarana transportasi amat diperlukan untuk menjadi penghubung antar pulau, antar obyek wisata yang satu dengan obyek wisata yang lain.
Terbatasnya sarana komunkasi pun dialami oleh pegiat pariwisata, lantaran obyek-obyek wisata di NTT rata-rata berada di daerah terisolir atau jauh dari kota sehingga ketiadaan jaringan telekomunikasi. Di era globalisasi informasi seperti ini, komunikasi amatlah diperlukan, karena itu pemerintah perlu membuka akses yang memudahkan wisatawan memperoleh informasi yang komprehensif tentang atraksi wisata dan daerah yang dikunjungi.
Menurut Anjar Kumar Bondoloi dan Archana Kalita (2012: 2070), dalam pengembangan pariwisata sebagai sebuah sistem, faktor aksesibilitas baik berupa perencanaan perjalanan, penyediaan informasi mengenai rute dan destinasi, ketersediaan sarana transportasi, akomodasi, ataupun kemudahan lain untuk mencapai destinasi menjadi penentu berhasilnya peluang pengembangan destinasi. Sharon Ceuk, dkk (2010: 207) menambahkan aksesibilitas juga menyangkut manajemen informasi kawasan pengembangan bagi calon wisatawan mengingat keunikan destinasi. Akes informasi bisa dari mulut ke mulut, dari keluarga dan teman. Buku-buku pariwisata, brosur, tabloid, iklan dan sejenisnya juga sangat penting.
2.        Keterbatasan infrastruktur dan sarana pariwisata
Persoalan klasik yang dihadapi oleh NTT adalah keterbatasan infrastruktur. Ini akibat dari pola pembangunan yang sentralistik di masa orde baru, dimana pemerintah pusat begitu giatnya membangun Jawa sedangkan Indonesia Timur terabaikan. Sebuah konsep pembangunan yang sangat menganut paham modernisasi yang menurut Gundre Frank dengan teori dependensianya, struktur monopoli dan eksploitasi oleh metropolis yakni Jawa terhadap satelite yakni Indonesia Timur (Grosfoguel Ramon, 2010: 348).
                 Penyediaan sarana pariwisata sangat menentukan peluang pengembangan sebuah destinasi wisata. On-site managment¸ penataan sarana pariwisata, termasuk didalamnya pengadaan fasilitas baru, penanaman atau introduksi vegetasi, akomodasi, tempat perbelanjaan, fasilitas hiburan, serta penataan akses lalu lintas ke kawasan, sangat menentukan keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata (Yi Wang, 2009:99).
3.        Minimnya kesadaran masyarakat
Masyarakat pada lokus wisata amat diperlukan untuk menunjang kelestarian obyek wisata dan juga kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke DTW. Menilik bahwa obyek wisata di NTT didominiasi oleh keindahan alamnya, maka dibutuhkan perilaku positif dari masyarakat setempat untuk turut menjaga dan melestarikan obyek-obyek wisata alam tersebut. Tindakan pemusnahan terhadap alam dengan menebang pohon, menangkap ikan dengan bahan peledak tentu berakibat pada berkurangya habitat alam dan rusaknya eksositem laut. Hal ini tentu akan memperburuk obyek wisata alam yang ada (Jovo Ateljevic, 2008: 305).
Selain kesadaran masyarakat, interaksi sosial masyarakat pada DTW amat perlu. Menurut  kedatangan wisatawan pada suatu destinasi wisata, apalgi destinasi wisata yang mengandalkan sumberdaya alam dan kehidupan ekosistem sebagai atraksi utamanya, mempunyai potensi untuk merusak keseimbangan ekosistem tersebut. Lebih jauh Sujie Wang, dkk (2010: 378) berpendapat: “.....dalam sistem kepariwisataan, ada dua kondisi interaksi manusia yang harus dipertimbangkan. Pertama, interaksi manusia dengan lingkungan/ekosistem yang mempengaruhi ekosistem alam. Kedua, interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal yang dapat mempengaruhi ekosistem sosial...”
4.        Minimnya profesionalisme pengelola wisata
Pengelolaan pariwisata di NTT dirasakan masih jauh dari profesionalisme. Ketiadaan pemandu wisata, kurangnya informasi tentang obyek wisata dan daerah yang bakal dikunjungi, sehingga membuat wisatawan banyak yang akhirnya kembali ke negara/daerah asal lantaran ketiadaan informasi perihal daerah yang dikunjungi. Hal ini mingkin diakibatkan minimnya tenaga-tenaga terlatih dan terdidik dibidang kepariwisataan. Hal ini pula dimungkin lantaran minimnya lembaga pendidikan kepariwisataan yang bergerak di NTT. Lain lagi yakni, kebanyakan hotel atau rumah-rumah penginapan yang cenderung mengabaikan aspek keamanan dan kenyamanan dalam membangun penginapan atau hotel, artinya belum dikelola secara profesional.


5.        Kurangnya dukungan pemerintah lewat kebijakan dan program yang pro pariwisata.
Inilah akibat dari kepala daerah yang kurang mengetahui arti penting pariwisata dan impactnya terhadap pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk NTT, gubernur Frans Lebu Raya yang terpilih kembali untuk periode kedua telah memiliki salah satu program unggulan yaitu pengembangan pariwisata di Provinsi NTT. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah di aras Kabupaten, para Bupati memiliki program serupa? Beginilah kalau ketidakjelasan peran antara gubernur dan bupati/walikota dalam era desentralisasi dan otonomi daerah ini. Semuanya menjadi kabur dan tidak jelas. Gubernur kurang memiliki posisi tawar yang kuat untuk dapat mengintervensi pemerintah kabupaten/kota karena hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Kesimpulan
Harapan terhadap kesejahteraan dan keberhasilan ekonomi melalui event sail komodo yang baru saja usai secara tidak langsung telah digantungkan oleh masyarakat NTT, disamping menjadi visi pemeritah dengan merancang grand strategy untuk menggenjot sektor pariwisata sebagai komoditi unggulan bagi NTT.  Pariwisata yang dikenal memiliki multi plier effect khususnya bagi perkembangan perekonomian daerah dan berkembangnya bisnis penyediaan kebutuhan industri hospitality, diharapkan dapat tersebar merata di seluruh penjuru NTT dan demi kemaslahatan penduduknya. Potensi kekayaan wisata NTT patut dijadikan obsesi untuk mencapai kesejahteraan.
Namun obsesi yang tinggi dari masyarakat dan pemerintah tidak semulus yang dipikirkan, karena begitu banyak faktor penghambat yang perlu disingkirkan jikalau ingin membangun NTT melalui sektor pariwisata. Untuk itu dibutuhkan kerja keras dan kerja cerdas untuk mengatasi problematika penghambat di atas dengan bersinergi antara pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, pihak swasta atau pelaku pariwisata dan tentunya masyarakat. Tak lupa pula dana, yang merupakan penggerak utama sesuai paham kapitalisme yang mengajarkan segala sesuatu butuh modal/dana untuk melaksanakan pembangunan.

Rekomendasi
            Dalam upaya mencapai sasaran pembangunan kepariwisataa NTT, diperlukan suatu  strategi melalui kebijakan dan langkah-langkah yang harus dilakukan secara terus-menerus. Kebijakan ini ditetapkan sebagai suatu pedoman dalam penyelenggaraan kepariwisataan di NTT. Adapun beberapa kebijakan yang direkomendasikan untuk ditempuh antara lain:
1.    Menyusun perencanaan pembangunan bidang pariwisata skala NTT untuk dijabarkan di tingkat kabupaten dengan memperhatikan keunggulan dan potensi daerah masing-masing.
2.    Menggerakan pemasaran dan promosi dengan memberi peranan yang lebih dominan bagi pelaku pariwisata serta peningkatan kuantitas dan kualitas bahan promosi melalui penyajian data dan informasi yang akurat.
3.    Meningkatkan dan memperluas aksesibilitas guna mendukung pengembangan pariwisata terutama infrastruktur dan lalu lintas wisatawan.
4.    Pengembangan dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, budaya dan minat khusus sebagai komponen utama untuk meningkatkan produk wisata yang berkualitas.
5.    Mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan dan memperbanyak jumlah pemandu wisata dan penyelia profesional
6.    Peningkatan kemitraan masyarakat, swasta dan media massa

Referensi
Ateljevic, Jovo, 2008, Tourism Enterpreneurship and Regional Development: Example from New Zealand, International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research Vol. 15 No. 3, 2009 pp. 282-308, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, 2013. Profil Kemiskinan Provinsi NTT, http://ntt.bps.go.id/ diakses tanggal 10 November 2013
Bogheanu, Marilena, 2010, Public Privat Partnership: Developmen Alternative for Health Tourism, International Journal for Responsible Tourism – Vol. 2, No. 1, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Bondoloi, Anjar Kumar dan Archana Kalita, 2012. Rural Tourism: An Important Sector Underpinning Growth and Development of Rural Asam, International Journal Management Research and Review Volume 2 No-7 pp 2069-2076, diakses tanggal 7 November 2013 dari IJMRR
Chen, Huei-Ju, 2008, Emerging Tourism Development for Tourism and Hospitality in Taiwan, International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research, Vol. 2 No. 3, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emerald Group Publishing Limited
Cheuk, Sharon, Janie Liew-Tsonis, Grace Phang Ing dan Izyanti Awang Rasli, 2010, An Establishment of The Role of Prvate and Public Sectore Interest in the Context of Tourism Transport Planning and Development: The Case of Malaysia, International Busisess and Economic Journal Vol. 9 No. 10, diakses tanggal 7 November 2013 dari ProQuest
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTT, 2012, Pesona Alam dan Budaya NTT,  Kupang
Ekanayake, E. M. dan Aubrey E. Long, 2012, Tourism Development and Economic Growth in Developing Countries¸ The International Journal of  Business and Finance Research Volume 6 Number 1pp 51-63, diakses tanggal 8 November 2013 dari IJBFR
Gelgel, I. Putu, 2006, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globaliasi Perdagangan Jasa, Bandung: Refika Aditama
Migoya, Alfonso Dubois and Luis Guridi Aldanondo, 2011, Local Human Development In Crisis Contexts, International Journal of Social Economics Vol. 38 No. 6, pp. 498-515, diakses tanggal 8 November 2013 dari Emeraldinsight
Mihajlovic, Iris, 2012. The Impact of Information and Communication Technology  (Ict) as a Key Factor of Tourism Development on the Role of Croatian Travel Agencies, International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No. 2, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Neacsue, Nicolae, 2009, Protection and Conservation of Tourism Potential. Essential Conditions for a Sustainable and Responsible Development of Tourism, International Journal For Responsible Tourism Vol. 1 No. 1, diakses tanggal 7 November 2013 dari ProQuest
Ramon, Grosfoguel, 2010, Developmentalism, Modernity, and Dependency Theory in Latin America, Nepantla: Views from South, Volume 1, Issue 2, 2000, pp. 347-374, diakses tanggal 8 November 2013 dari Nepantla
Sawyer, Janet, 2010, An Investigation Into The Social And Environmental Responsibility Behaviours Of Regional Small Businesses In Relation To Their Impact On The Local Community And Immediate Environment, Australasian Journal of Regional Studies, Vol. 16, No. 2, 2010, diakses tanggal 8 November 2013 dari Emeraldinsight
Sukanto, Tio, 2013, Inilah Tujuan Strategis Sail Komodo 2013, Inilah.com 9 April 2013, diakses dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1976077/inilah-4-tujuan-strategis-sail-komodo-2013#.UoUUitKw10k tanggal 10 November 2013
Vargas-Herna´ndez, Jose´ G, 2012, Sustainable Cultural and Heritage Tourism in Regional Development of Southern Jalisco, World Journal of Entrepreneurship, Management and Sustainable Development Vol. 8 No. 2/3, 2012 pp. 146-161, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emerald Group Publishing Limited
Wang, Sujie, Marianne Bickle and Rich Harrill, 2010, Residents’ attitudes toward tourism development in Shandong China, International Journal Of Culture, Tourism and Hospitality Research Vol. 4 No. 4 2010, pp. 327-339, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Wang, Yi, 2009, Chinese Philosophy and Tourism Development: a case study of Hangzou, InternationalJournal of Culture, Tourism and Hospitality Research Vol. 5 No. 1 2011, pp. 92-100, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emerald Group Publishing Limited
Zunik, Lejla, 2012, Tourist Traffic and Tourism Profit of Sarajevo city as Reliable Indicators of         
                                   Tourism Development, Journal International Environmental Application & Science,                                      Vol. 7 (2012): 351-360, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight

1 komentar:

  1. Terimakasih pak herry kaha, artikelnya sangat bermanfaat dalam membantu saya, membuat tugas pengantar pariwisata.

    BalasHapus