Pengantar
Nusa Tenggara Timur (NTT)
menyongsong suatu harapan baru dengan dikukuhkan Komodo sebagai New Seven Wonders. Ini artinya geliat
pariwisata di NTT mulai digerakan. Perlahan namun pasti, merangkak namun
berusaha untuk berjalan walau perlu dipapah. Setidaknya ada secuil optimisme
bahwa Indonesia bukan hanya punya Bali, tetapi Indonesia juga punya NTT.
Menyambut penetapan Taman Nasional
Komodo sebagai 7 Kejaiban Duna Baru maka Pemerintah Pusat mulai berpikir untuk
melirik NTT dalam bidang pariwisata. Dengan demikian tercetuslah ide Sail
Komodo 2013 yang diselenggarakan dari tanggal 4 Agustus sampai 14 September
2013 dengan acara puncak terjadi di Labuan Bajo, yang dihadiri oleh Presiden
Soesilo Bambang Yudoyono. Menurut Sharif C. Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan
selaku Ketua Panitia Sail Komodo 2013 (Tio Sukanto, 2013), Sail Komodo dilakanakan
dengan sejumlah tujuan strategis yaitu, menjadi panutan mempercepat pembangunan
daerah kepulauan dan daerah terpencil, untuk meningkatkan integrasi dan sinergi
program yang cross-ministerial/institutional untuk memastikan pembangunan kesejahteraan
rakyat yang berkelanjutan, untuk memperluas nasionalisme Indonesia dan pilihan
destinasi pariwisata internasional, untuk membangun kembali kejayaan Indonesia
sebagai negara maritim, dan untuk mengembangkan rute kapal pesiar berlayar di
perairan Indonesia.
Bukan
sebuah obsesi berlebihan, jika mengandalkan pariwisata untuk mensejahterakan
masyarakat NTT. Karena jika melihat potensi pariwisata yang dimiliki, nischaya
ada harapan itu, tergantung good will dan
political will dari stakeholder dalam
hal ini Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT untuk mulai melakukannya.
NTT kaya akan potensi wisata alam dan wisata budaya yang laik jual di dunia
Internasional. Namun diantara peluang sekaligus obsesi itu terbentang realita
akan minimnya aksesibilitas seperti keterbatasan infrastruktur, minimnya
promosi dan informasi, kurangnya sarana transportasi; pola pikir dan
partisipasi masyarakat yang masih rendah dan kesulitan menggandeng
pelaku-pelaku pariwisata dalam hal ini investor. Tak lupa pula kebijakan pemerintah
dalam mendukung geliat wisata ternyata belum menusuk ke jantung kepariwisataan
sebagai lokomotif ekonomi daerah. Sinergisitas antara Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota pun belum sejalan dan se-visi dalam membangun sektor pariwisata.
Tulisan
ini ingin membedah kosep pembangunan pariwisata di NTT dengan melihat potensi
alam dan budaya yang ada lalu disinkronkan dengan program pemerintah Provinsi
NTT serta merekomendasikan beberapah langkah yang perlu diambil untuk
meningkatkan geliat dan daya saing pariwisata NTT untuk kemaslahatan masyarakat
NTT seutuhnya.
NTT dan Potensi Pariwisata
NTT,
salah satu Provinsi di bagian Timur Indonesia, yang memiliki letak strategis
karena berbatasan langsung dengan dua negara yakni Australia dan Timor Leste. Sebagai
beranda terdepan Indonesia, NTT harus digerakan dan digali potensinya untuk
dapat berlari mengejar ketertinggalan dari provinsi lain di Indonesia.
Berdasarkan
data BPS Provinsi NTT (2013), NTT masuk kategori 10 provinsi termiskin di
Indonesia dengan pendapatan perkapita sebesar 6,7 juta rupiah, garis kemiskinan pada Maret 2013 sebesar Rp.
235.805 perkapita/bulan. Jumlah penduduk miskin per Maret 2013 sebesar 993, 56
ribu orang (20,03 %). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 3,393, sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) 0,875. Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT pada triwulan III tahun
2013 mencapai 3,96%.
Walaupun
merana dalam kemiskinan menurut angka BPS, namun masyarakat NTT perlu bersyukur
karena dikarunia alam yang eksotis serta kaya akan seni dan budaya. Dengan
konturnya yang banyak gunung dan perbukitan serta letaknya berada di dekat
pantai membuat NTT memiliki alam yang unik. Wilayah lautan yang lebih luas dari
daratan membuat NTT memiliki banyak potensi yang terdapat di laut. Potensi-potensi
yang dimiliki NTT ini memiliki nilai jual yang tinggi, tinggal pemerintah
bergandengan tangan dengan pelaku-pelaku pariwisata untuk membangkitkan wisata
di NTT yang selama ini tidur lelap, mendandani ‘perawan’ ini agar semakin
menarik.
Adapun
potensi wisata di NTT sesuai data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT
(2012) dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Wisata Alam
1)
Taman Nasional Komodo
Taman ini didirikan tahun 1980 letaknya di antara
Pulau Sumbawa dan Flores dengan luas 1817 km2 yang 6 tahun kemudian ditetapkan
sebagai situs warisan alam dunia dan cagar biosfir oleh UNESCO tempat
konservasi untuk melestarikan Komodo, sebetulnya bukan hanya habitat naga purba
yang legendaris ini saja yang dilestarikan karena TNK juga rumah bagi begitu
banyak keanekaragaman hayati didarat maupun laut, jadi disana mata kita akan dimanjakan
oleh pemandangan yang elok dan aktifitas binatang yang menarik.
TNK terdiri dari 3 pulau besar yang indah, Pulau
Komodo, Rinca dan Padar, selain tempat habitat Komodo taman ini juga sebagai
rumah bagi setidaknya 1000 spesies ikan, ratusan spesies karang, koral dan 70
jenis tanaman sponge , 19 spesies paus dan lumba-lumba, juga banyak terdapat
plankton yang merupakan makanan utama Pari Manta (Manta Birostris), binatang
eksotis yang bisa dijadikan ikon bahari kawasan TNK.
2)
Danau Tri Warna Kelimutu
Objek Wisata Taman Nasional Gunung
Kelimutu terletak di Kabupaten Ende. Obyek wisata ini terkenal karena keindahan
Danau Tiga Warna Kelimutu yang berwarna-warni. Keindahan tempat wisata Danau
Kelimutu sudah diketahui sejak jaman kolonialisme Belanda. Sejak saat itu,
masyarakat Eropa berdatangan kesana untuk mengunjungi obyek wisata yang
menakjubkan tersebut.
Pesona Danau Tiga Warna dan alam pulau
Flores menghasilkan pemandangan tempat wisata yang menarik dan tidak
terlupakan. Objek wisata Danau Kelimutu yang warnnya yang berubah-ubah juga
diabadikan dalam salah satu nominal uang kertas negara Indonesia.
3)
Pantai Kolbano
Objek Wisata di Pantai Kolbano ini
sedikit unik, Bagi kebanyakan wisatawan mengunjungi pesisir pantai yang
dipenuhi hamparan pasir putih atau pasir hitam merupakan hal biasa yang dapat
kita lihat, namun bagaimana dengan pesisir pantai yang dipenuhi hamparan batu
berwarna-warni yang sangat indah dan unik, bisa jadi menjadi pemandangan baru
bagi Anda. Ini bisa Anda lihat dan rasakan hanya di sepanjang pesisir Pantai
Kolbano.
Pantai Kolbano terletak di Desa Kolbano,
Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Luas wilayah Desa Kolbano 17 Km2. Pantai Kolbano terkenal dengan batu
warnanya dan sudah dimanfaatkan penduduk setempat sejak tahun 1971. Batu warna
di pesisir Pantai Kolbano ini, memiliki bermacam ragam bentuk dan warna. Ada
yang berwarna merah, hijau, kuning, hitam, bahkan batu yang bercorak pun ada.
Juga ada batu yang memiliki tiga warna (merah, hitam dan krem).
4)
Taman Bawah Laut Selat Pantar
Keindahan dan keunikan alam bawah laut
Selat Pantar sangat menakjubkan. Bahkan jika dibandingkan dengan Taman Laut
Komodo di NTT, Berau di Kalimantan Timur, Bunaken di Sulawesi Utara dan Raja
Ampat di Papua, Selat Pantar masih tetap yang terbaik, meski selama ini untuk
diving, taman laut Komodo, Bunaken, Berau, dan Raja Ampat lebih populer, tapi
di mata para diver kelas dunia taman laut Selat Pantar yang terletak di
Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, lebih unggul karena keindahannya
yang menakjubkan.
Konon terindah setelah taman laut
Kepulauan Karibia. Banyak wisatawan asing yang pernah ke Alor terkagum-kagum.
Sebab, selain dimanjakan keindahan taman lautnya, mereka juga menemukan
fenomena taman laut tersebut langka dan sangat menarik. Makanya, wajar jika
wisata bahari Alor dengan panorama bawah laut yang spefisik di Selat Pantar
menjadi primadona dan pemikat bagi para diver kelas dunia dari Amerika,
Australia, Austria, Inggris, Belgia, Belanda, Jerman, Kanada, Selandia Baru,
dan beberapa negara di Asia.
5)
Batu Termanu
Ada dua Objek
Wisata Batu Termanu yaitu : Batu Hun dan Batu Suelay, merupakan obyek wisata
alam yang sangat memukau. Setiap perkunjungan wisatawan yang datang ke
Kabupaten Rote Ndao. Ketika kapal motor keluar dari pelabuhan Bolok Kupang yang
melewati selat Pukuafu dan yang pertama terlihat adalah Batu Termanu yang
menjulang tinggi.
Disekitar
perairan Batu Hun dijadikan obyek wisata Menyelam dan Memancing karena terdapat
terumbu karang Mutiara dan ikan kerapu yang cukup banyak. Batu termanu menurut
legenda masyarakat Rote terdiri atas dua buah yaitu yang satunya adalah jenis
Pria berada langsung di pinggir pantai leli dan satu lainnya jenis wanita
terletak beberapa ratus meter sebelah kanan terletak agak kedalam laut.
6)
17 Pulau Riung
Taman Wisata Alam
Tujuh Belas Pulau Riung merupakan gugusan pulau-pulau besar dan kecil, dengan
jumlah 17 Pulau, yaitu Pulau Pau, Pulau Borong, Pulau Ontoloe (terbesar), Pulau
Dua, Pulau Kolong, Pulau Lainjawa, Pulau Besar, Pulau Halima (Pulau Nani),
Pulau Patta, Pulau Rutong, Pulau Meja, Pulau Bampa (Pulau Tampa atau Pulau
Tembang), Pulau Tiga (Pulau Panjang), Pulau Tembaga, Pulau Taor, Pulau Sui dan Pulau Wire. Keseluruh pulau
tersebut tidak dihuni oleh manusia.
Kawasan Taman
Wisata Alam Tujuh Belas Pulau merupakan tipe hutan kering dengan vegetasi
campuran. Hampir di seluruh pesisir
pantai gugus pulau kawasan ini ditumbuhi hutan bakau yang masih utuh, terdapat aneka
jenis fauna dan juga kaya akan ekosistem terumbu karang dan jenis-jenis biota
perairan laut.
7)
Pantai Nembrala
Desa yang terletak di
Kecamatan Barat Daya Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur tersebut
bak nirwana wisata yang tersembunyi. Jauh dari hiruk pikuk kota dengan
kesederhanaan dan keramahan penduduk sekitar.
Obyek wisata ini sudah
cukup dikenal bukan saja wisatawan asal Negara Kanguru (Australia ) tapi juga
dikenal secara luas oleh para wisatawan Amerika, Eropa dan sebagainya Panorama dan keistimewaan pantai
Nemberala – Bo’a karena gelombang laut atau dikenal dengan “Gelombang” yang
sangat cocok untuk para wisatawan melakukan olah raga Surfing (selancar)
pecahannya ke kanan yang Barat Daya, pantai ini sangat dikenal dengan pasir
putih yang indah dan menawan serta ombaknya sangat bagus dan menarik dengan 8
kali gulungan merupakan tantangan bagi peselancar dunia. Desa wisata
Nembrala. Desa ini menawarkan pemandangan pantai, rimbunan pohon kelapa yang
menjulang tinggi dengan daunnya yang meneduhkan.
8)
Air Terjun Oenesu
Obyek
wisata ini terletak di Desa Oenesu Kabupaten Timor Tengah Selatan. Keunikan
dari air terjun ini adalah memiliki empat tingkat
dengan debit air yang cukup walaupun di musim kemarau dan terdapat batuan yang mirip singa dan mulut gorilla.
Tempat ini ramai dikunjungi wisatawan lokal kala hari libur.
9)
Pantai Lasiana
Pantai nan
landai sekitar 3,5 hektar atau tepatnya 35.065 persegi ini, berudara sejuk
karena dinaungi 65 pohon kelapa dan 230 pohon lontar tua yang hingga kini masih
produktif. Pantainya berpasir putih halus, lautnya biru, airnya jernih dengan
debur ombak yang bergulung-gulung kecil, tenang. Keindahan pantai ini bukan
karena fasilitas buatan, tetapi lebih karena karakter alamnya. Pantai Lasiana
mempunyai topografi menarik, pada bagian barat terdapat perbukitan, sehingga
keseluruhan kawasan ini mempunyai variasi unik, yaitu perpaduan antara
perbukitan dan pantai.
2.
Wisata Budaya
1)
Kampung Megalitikum Bena
Bena
adalah nama sebuah perkampungan tradisional yang terletak di Desa Tiworiwu,
Kecamatan Aimere, Ngada. Desa ini terletak di bawah kaki Gunung Inerie sekitar
13 km arah selatan Kota Bajawa. Perkampungan adat ini terkenal karena
keberadaan sejumlah bangunan megalitik yang dimiliki dan tata kehidupan
masyarakatnya yang masih mempertahankan keaslian perkampungan tersebut.
2)
Upacara Pasola
Pasola adalah salah
satu bentuk ritual budaya kebanggaan masyarakat Sumba Barat.
Pada saat pelaksanaan Pasola, kedua kubu yang berlawanan secara adat dengan cara menunggang kuda sambil yang sedang berlari kencang mengejar dan melempari lawan dengan sebatang kayu/tombak. Keberhasilannya ditandai dengan tetesan darah yang mengalir dari tubuh lawan. Apabila ada kecelakaan dalam pertandingan tersebut maka tidak ada sangsinya. Pasola digelar secara ketat sekali dalam setahun di bulan Pebruari berawal dari Kodi, Lamboya, Gaura dan kemudian berakhir di Wanokaka pada bulan Maret.
Pada saat pelaksanaan Pasola, kedua kubu yang berlawanan secara adat dengan cara menunggang kuda sambil yang sedang berlari kencang mengejar dan melempari lawan dengan sebatang kayu/tombak. Keberhasilannya ditandai dengan tetesan darah yang mengalir dari tubuh lawan. Apabila ada kecelakaan dalam pertandingan tersebut maka tidak ada sangsinya. Pasola digelar secara ketat sekali dalam setahun di bulan Pebruari berawal dari Kodi, Lamboya, Gaura dan kemudian berakhir di Wanokaka pada bulan Maret.
3)
Penangkapan ikan paus secara tradisional
di Lamalera
Cuma
ada satu-satunya di dunia, menangkap mamalia terbesar di laut dengan cara
tradisional. Dengan menggunakan peledang (sampan/perahu dayung) masyarakat
Lamalera memburu mamalia terbesar ini dan menikamnya dengan sebilah tombak yang
mirip trisula yang diikatkan dengan tali. Sebelum melakukan penangkapan,
terlebih dahulu dibuat upacara adat di tepi pantai.
4)
Wula Podu
Wulla Podu disebut juga
dengan Bulan Pemali merupakan suatu ritual budaya yang sangaat misterius, unik,
dan menarik. Ritual Wulla Podu yang digelar secara ketat dan sakral selama
bulan Nopember setiap tahun berawal dari kemah suci di kampung Tarung yang
disebut dengan Uma Rowa Uma Kalada. Pelaksanaan Wulla Podu ditandai pula dengan
adanya larangan-larangan tidak boleh meratapi orang mati, tidak boleh
membunyikan bunyi-bunyian dan tidak boleh menyelenggarakan pesta. Pada puncak
penyelenggaraan ritual Wulla Podu di tandai pula dengan digelarnya atraksi
kesenian dan berbagai permainan rakyat. Lokasi pelaksanaan Wulla Podu yakni di
kampung Tarung yang terletak di tengah kota Waikabubak dan Kampung Bondo Maroto
kurang lebih 30 menit kearah Utara kota Waikabubak.
5)
Reba
Upacara Adat Reba merupakan
upacara adat yang bertujuan untuk melakukan penghormatan dan ucapan rasa terima
kasih terhadap jasa para leluhur. Upacara ini diadakan setiap tahun baru,
tepatnya di bulan Januari atau Februari dan dilaksanakan selama tiga atau empat
hari. Tuan rumah untuk upacara ini selalu bergiliran pada setiap tahunnya.
Sehari sebelum perayaan Reba dimulai, dilaksanakan upacara pembukaan Reba (su‘i
uwi). Pada malam su‘i uwi dilakukan acara makan minum bersama (ka maki Reba)
sambil menunggu pagi. Pada pagi harinya, ketika upacara berlangsung, para tamu
disediakan makanan dan minuman yang sudah matang dan siap dimakan (Ngeta kau
bhagi ngia, mami utu mogo. Kaa si papa vara, ini su papa pinu). Hidangan utama
dalam pesta ini adalah ubi. Bagi warga Ngada, ubi diagungkan sebagai sumber
makanan yang tak pernah habis disediakan oleh bumi. Karena itu, warga Ngada
tidak akan pernah mengalami rawan pangan ataupun busung lapar. Selama upacara
Reba berlangsung diiringi oleh tarian para penari yang menggenggam pedang
panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang pada bagian ujungnya dihiasi dengan
bulu kambing berwarna putih. (tuba). Sebagai pengiring tarian adalah alat musik
gesek berdawai tunggal yang terbuat dari tempurung kelapa atau juga dari labu
hutan. Sebagai wadah resonansinya alat musik ini ditutupi dengan kulit kambing
yang pada bagian tengahnya telah dilubangi. Sedangkan penggeseknya terbuat dari
sebilah bambu yang telah diikat dengan benang tenun yang telah digosok dengan
lilin. Upacara Reba dapat disaksikan di masing-masing kecamatan yang terletak
di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi NTT. Masing-masing kecamatan itu
adalah Aimere, Bajawa, Mataloko, Jerebu‘u dan So‘a.
3.
Wisata Religius
NTT
memiliki salah satu wisata religius yakni Prosesi Jumad Agung di Larantuka Flores Timur. Obyek
wisata religius ini merupakan warisan bangsa Portugal, yang hingga saat ini tetap
dilestarikan oleh umat katolik di sana sejak setengah abad yang lalu. Upacara
ini merupakan prosesi perarakan dengan mengusung Patung Bunda Maria
mengelilingi Kota Larantuka.
Masih
banyak obyek wisata alam dan budaya di NTT yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu, karena NTT memiliki alam yang unik dengan aneka ragam budaya. Selain
keunikan alam dan budayanya, NTT juga kaya akan kesenian daerah seperti alat
musik sasando, tarian likurai dari Belu, tari caci dari Manggarai, tarian jai
dari Ngada, gawi dari Ende, tarian Hedung dari Flores Timur, tarian kataga dari
Sumba Barat dan masih banyak yang lainnya. Selain itu, NTT juga memiliki
situs-situs sejarah yang memiliki nilai jual yakni rumah pengasingan Bung Karno
di Ende Flores, tugu dan gua bunker Jepang di Kupang serta museum daerah NTT.
Pembangunan Pariwisata NTT
Pariwisata
dianggap sebagai fenomena yang berkembang pesat dan telah menjadi salah satu
industri terbesar di dunia dan dampaknya sangat bervariasi. Di satu sisi, ia
memainkan peran penting dalam pengembangan sosio - ekonomi, dan juga dalam
beberapa kasus dapat berkontribusi untuk pemahaman yang lebih rinci pada budaya
daerah, mencoba untuk meningkatkan kesadaran masyarakat lokal melalui
penghormatan terhadap keragaman budaya dan gaya hidup (Nicolae Neacsue, 2009: 7).
Pada tahun
1980-an pengembangan pariwisata di Indonesia sangat dipengaruhi oleh teori
pertumbuhan (Gelgel, 2006: 12). Konsep pembangunan yang mengagungkan paradigma
pertumbuhan, yang percaya sepenuhnya dengan teori-teori tricle-down effect
dimana konsep dasarnya adalah dengan mengembangkan perusahaan besar, secara otomatis
akan memberikan pengaruh positif pada perusahaan kecil dibawahnya atau
masyarakat kecil disekitarnya (Lejla Zunik, 2012:352). Ternyata kajian empiris
menunjukkan bahwa asumsi teori modernisasi ini tidak berjalan dengan baik.
Seperti Contoh pengembangan pariwisata di Bali, pada tahun 1970-an dengan
Nation Development Program (UNDP) dibangunlah hotel yang menganut teori
modernisasi tersebut. Konsep ini mendapat kritikan yang sangat tajam, dimana
pariwisata dituduh sebagai neo-kapitalisme, yang hanya mengeksploitasi
masyarakat lokal, sementara keuntungan atau manfaat dari pembangunan sebagian
besar tersedot keluar, dinikmati kaum kapitalis (Gelgel, 2006: 13).
Menurut Huei-Ju
Cen (2008:195) pariwisata konglomerasi memberikan porsi yang sangat kecil
kepada masyarakat lokal. Kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan antar lapisan
masyarakat makin besar. Pariwisata konglomerasi juga disinyalemen meningkatkan
import barang dan jasa, serta membutuhkan lahan yang sangat luas sehingga
banyak lahan penduduk masyarakat lokal yang sudah berpindah tangan untuk
memuaskan sektor pariwisata yang berskala besar tersebut. Demikian juga
kesejahteraan pembangunan infrastruktur semakin tajam antara daerah tujuan
wisata dan daerah non-tujuan wisata.
Jika melihat konteks konteks pelaksanaan
pembangunan kepariwisataan di Indonesia memiliki banyak tantangan dan peluang
yang kalau dilihat sebagai suatu totalitas memiliki posisi yang semakin kuat
karena adanya diferensi produk yang cukup banyak. Namun dari 25 daerah tujuan
wisata di Indonesia, konsentrasi pembangunan kepariwisataan hanya terjadi
dibeberapa daerah tujuan wisata saja seperti Bali, DIY, Sulawesi selatan, DKI
Jakarta, Riau, dan Sumatera Utara. Sedangkan provinsi lain, pembangunan dan
pengelolaan kepariwisataan belum dilaksanakan secara optimal (Gelgel, 2006: 13).
Untuk NTT baru saja mendapat perhatian di bidang pariwisata kala komodo ditetapkan
sebagai new seven wonders.
Dalam
rangka mendukung dan meningkatkan promosi pariwisata paska komodo masuk 7
keajaiban dunia baru, Pemerintah Provinsi NTT melalui kepemimpinan Frans Lebu
Raya dan Beni Litelnoni baru mulai menyadari bahwa NTT bisa dimajukan dengan
menggenjot sektor pariwisata. Dan salah satu program unggulan di masa
kepemimpinan mereka yaitu membangun sektor pariwisata di NTT.
Sebagai follow up dari program pembangunan ini, pemerintah provinsi NTT telah
menyiapkan grand desain yang
dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Grand desain ini akan dikolaborasikan
dengan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota. Salah satu program
provinsi NTT yang akan dilaksanakan adalah membangun desa destinasi wisata.
Desa-desa yang ditetapkan sebagai desa wisata akan medapat kucuran dana sebesar
1 miliar rupiah yang bersumber dari APBN. Selain itu Pemerintah Provinsi NTT
dengan dukungan pemerintah pusat akan membangun dermaga yacht di Kupang
sehingga kedepan pantai Kupang akan dijadikan titik start Sail Indonesia.
Selain
program-program di atas, Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pekerjaan Umum akan
membuka akses jalan ke destinasi wisata, dan mendukung pemerintah Kabupaten
dalam pembangunan bandara maupun pelabuhan laut. Guna mendukung lalu lintas
wisatawan melalui udara, pemerintah provini telah bekerja sama dengan beberapa
maskapai penerbangan termasuk Garuda Airlines untuk membuka rute-rute baru
penerbangan dari/ke dan di didalam wilayah NTT.
Minim dan Keterbatasan
Melihat
potensi NTT yang kaya akan pesona alam dan budaya, namun NTT diperhadapkan pada
minim dan keterbatasan pada hal-hal vital yang mendukung gerak maju
kepariwsataan di NTT. Peluang didepan mata terbentang luas, namun hambatan
dihadapan pun tidak sedikit untuk diatasi dan butuh energi dan dana untuk
menyingkirkan faktor-faktor penghambat itu. Faktor-faktor penghambat pembangunan
kepariwisataan di daerah ini. antara lain:
1.
Aksesibilitis
Melihat kontur NTT sebagai daerah
kepulauan maka aksesibilitas amat diperlukan untuk menjadi penghubung daerah
tujuan wisata (DTW). Aksesibilitas yang dimaksud disini seperti, ketersediaan
informasi atau pusat promosi obyek wisata, sarana transportasi dan sistem
komunikasi. NTT sebagai daerah kepulauan
namun masih terbatasnya sarana transportasi, baik darat, laut maupun udara. Dari
sisi aksesabilitas, NTT dirasa mengalami banyak kekurangan.
Menurut data Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi NTT (2012), untuk NTT hanya terdapat 2 pusat promosi obyek
wisata, yaitu di Kupang dan Labuan Bajo. Minimnya pusat informasi tentang obyek
wisata ini membuat wisatawan lebih khusus asing, kesulitan mengetahui
obyek-obyek wisata di NTT yang layak dikunjungi. Dari sisi transportasi pun NTT
boleh dibilang tertinggal karena minimnya penerbangan dan pelayaran laut.
Padahal sarana transportasi amat diperlukan untuk menjadi penghubung antar
pulau, antar obyek wisata yang satu dengan obyek wisata yang lain.
Terbatasnya sarana komunkasi pun dialami
oleh pegiat pariwisata, lantaran obyek-obyek wisata di NTT rata-rata berada di
daerah terisolir atau jauh dari kota sehingga ketiadaan jaringan
telekomunikasi. Di era globalisasi informasi seperti ini, komunikasi amatlah
diperlukan, karena itu pemerintah perlu membuka akses yang memudahkan wisatawan
memperoleh informasi yang komprehensif tentang atraksi wisata dan daerah yang
dikunjungi.
Menurut Anjar Kumar Bondoloi dan Archana
Kalita (2012: 2070), dalam pengembangan pariwisata sebagai sebuah sistem,
faktor aksesibilitas baik berupa perencanaan perjalanan, penyediaan informasi
mengenai rute dan destinasi, ketersediaan sarana transportasi, akomodasi,
ataupun kemudahan lain untuk mencapai destinasi menjadi penentu berhasilnya
peluang pengembangan destinasi. Sharon Ceuk, dkk (2010: 207) menambahkan
aksesibilitas juga menyangkut manajemen informasi kawasan pengembangan bagi
calon wisatawan mengingat keunikan destinasi. Akes informasi bisa dari mulut ke
mulut, dari keluarga dan teman. Buku-buku pariwisata, brosur, tabloid, iklan
dan sejenisnya juga sangat penting.
2.
Keterbatasan infrastruktur dan sarana
pariwisata
Persoalan klasik yang dihadapi oleh NTT
adalah keterbatasan infrastruktur. Ini akibat dari pola pembangunan yang
sentralistik di masa orde baru, dimana pemerintah pusat begitu giatnya
membangun Jawa sedangkan Indonesia Timur terabaikan. Sebuah konsep pembangunan
yang sangat menganut paham modernisasi yang menurut Gundre Frank dengan teori
dependensianya, struktur monopoli dan eksploitasi oleh metropolis yakni Jawa terhadap satelite
yakni Indonesia Timur (Grosfoguel Ramon, 2010: 348).
Penyediaan sarana pariwisata
sangat menentukan peluang pengembangan sebuah destinasi wisata. On-site managment¸ penataan sarana
pariwisata, termasuk didalamnya pengadaan fasilitas baru, penanaman atau
introduksi vegetasi, akomodasi, tempat perbelanjaan, fasilitas hiburan, serta
penataan akses lalu lintas ke kawasan, sangat menentukan keberhasilan pengembangan
destinasi pariwisata (Yi Wang, 2009:99).
3.
Minimnya kesadaran masyarakat
Masyarakat pada lokus wisata amat
diperlukan untuk menunjang kelestarian obyek wisata dan juga kenyamanan
wisatawan yang berkunjung ke DTW. Menilik bahwa obyek wisata di NTT didominiasi
oleh keindahan alamnya, maka dibutuhkan perilaku positif dari masyarakat
setempat untuk turut menjaga dan melestarikan obyek-obyek wisata alam tersebut.
Tindakan pemusnahan terhadap alam dengan menebang pohon, menangkap ikan dengan
bahan peledak tentu berakibat pada berkurangya habitat alam dan rusaknya
eksositem laut. Hal ini tentu akan memperburuk obyek wisata alam yang ada (Jovo
Ateljevic, 2008: 305).
Selain kesadaran masyarakat, interaksi
sosial masyarakat pada DTW amat perlu. Menurut
kedatangan wisatawan pada suatu destinasi wisata, apalgi destinasi
wisata yang mengandalkan sumberdaya alam dan kehidupan ekosistem sebagai
atraksi utamanya, mempunyai potensi untuk merusak keseimbangan ekosistem
tersebut. Lebih jauh Sujie Wang, dkk (2010: 378) berpendapat: “.....dalam
sistem kepariwisataan, ada dua kondisi interaksi manusia yang harus
dipertimbangkan. Pertama, interaksi manusia dengan lingkungan/ekosistem yang mempengaruhi
ekosistem alam. Kedua, interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal yang
dapat mempengaruhi ekosistem sosial...”
4.
Minimnya profesionalisme pengelola
wisata
Pengelolaan
pariwisata di NTT dirasakan masih jauh dari profesionalisme. Ketiadaan pemandu
wisata, kurangnya informasi tentang obyek wisata dan daerah yang bakal
dikunjungi, sehingga membuat wisatawan banyak yang akhirnya kembali ke negara/daerah
asal lantaran ketiadaan informasi perihal daerah yang dikunjungi. Hal ini
mingkin diakibatkan minimnya tenaga-tenaga terlatih dan terdidik dibidang
kepariwisataan. Hal ini pula dimungkin lantaran minimnya lembaga pendidikan
kepariwisataan yang bergerak di NTT. Lain lagi yakni, kebanyakan hotel atau
rumah-rumah penginapan yang cenderung mengabaikan aspek keamanan dan kenyamanan
dalam membangun penginapan atau hotel, artinya belum dikelola secara
profesional.
5.
Kurangnya dukungan pemerintah lewat
kebijakan dan program yang pro pariwisata.
Inilah
akibat dari kepala daerah yang kurang mengetahui arti penting pariwisata dan
impactnya terhadap pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk NTT, gubernur
Frans Lebu Raya yang terpilih kembali untuk periode kedua telah memiliki salah
satu program unggulan yaitu pengembangan pariwisata di Provinsi NTT. Namun yang
menjadi pertanyaan adalah apakah di aras Kabupaten, para Bupati memiliki
program serupa? Beginilah kalau ketidakjelasan peran antara gubernur dan
bupati/walikota dalam era desentralisasi dan otonomi daerah ini. Semuanya
menjadi kabur dan tidak jelas. Gubernur kurang memiliki posisi tawar yang kuat
untuk dapat mengintervensi pemerintah kabupaten/kota karena hanya sebagai
perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Kesimpulan
Harapan terhadap kesejahteraan dan keberhasilan ekonomi
melalui event sail komodo yang baru saja usai secara tidak langsung telah
digantungkan oleh masyarakat NTT, disamping menjadi visi pemeritah dengan
merancang grand strategy untuk menggenjot sektor pariwisata sebagai komoditi
unggulan bagi NTT. Pariwisata yang dikenal memiliki multi plier effect khususnya bagi perkembangan
perekonomian daerah dan berkembangnya bisnis penyediaan kebutuhan industri
hospitality, diharapkan dapat tersebar merata di seluruh penjuru NTT dan demi
kemaslahatan penduduknya. Potensi kekayaan wisata NTT patut dijadikan obsesi
untuk mencapai kesejahteraan.
Namun obsesi yang tinggi dari masyarakat dan pemerintah tidak semulus yang
dipikirkan, karena begitu banyak faktor penghambat yang perlu disingkirkan
jikalau ingin membangun NTT melalui sektor pariwisata. Untuk itu dibutuhkan
kerja keras dan kerja cerdas untuk mengatasi problematika penghambat di atas
dengan bersinergi antara pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, pihak
swasta atau pelaku pariwisata dan tentunya masyarakat. Tak lupa pula dana, yang
merupakan penggerak utama sesuai paham kapitalisme yang mengajarkan segala
sesuatu butuh modal/dana untuk melaksanakan pembangunan.
Rekomendasi
Dalam
upaya mencapai sasaran pembangunan kepariwisataa NTT, diperlukan suatu strategi melalui kebijakan dan langkah-langkah
yang harus dilakukan secara terus-menerus. Kebijakan ini ditetapkan sebagai
suatu pedoman dalam penyelenggaraan kepariwisataan di NTT. Adapun beberapa
kebijakan yang direkomendasikan untuk ditempuh antara lain:
1. Menyusun
perencanaan pembangunan bidang pariwisata skala NTT untuk dijabarkan di tingkat
kabupaten dengan memperhatikan keunggulan dan potensi daerah masing-masing.
2. Menggerakan
pemasaran dan promosi dengan memberi peranan yang lebih dominan bagi pelaku
pariwisata serta peningkatan kuantitas dan kualitas bahan promosi melalui
penyajian data dan informasi yang akurat.
3. Meningkatkan
dan memperluas aksesibilitas guna mendukung pengembangan pariwisata terutama
infrastruktur dan lalu lintas wisatawan.
4. Pengembangan
dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, budaya dan minat khusus
sebagai komponen utama untuk meningkatkan produk wisata yang berkualitas.
5. Mengembangkan
lembaga pendidikan dan pelatihan dan memperbanyak jumlah pemandu wisata dan
penyelia profesional
6. Peningkatan
kemitraan masyarakat, swasta dan media massa
Referensi
Ateljevic, Jovo, 2008, Tourism Enterpreneurship and Regional Development: Example from New
Zealand, International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research Vol.
15 No. 3, 2009 pp. 282-308, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, 2013. Profil Kemiskinan Provinsi NTT, http://ntt.bps.go.id/ diakses tanggal 10 November 2013
Bogheanu,
Marilena, 2010, Public Privat Partnership:
Developmen Alternative for Health Tourism, International Journal for
Responsible Tourism – Vol. 2, No. 1, diakses tanggal 7
November 2013 dari Emeraldinsight
Bondoloi, Anjar Kumar dan Archana Kalita, 2012. Rural Tourism: An Important Sector Underpinning
Growth and Development of Rural Asam, International Journal Management
Research and Review Volume 2 No-7 pp 2069-2076,
diakses tanggal 7 November 2013 dari IJMRR
Chen, Huei-Ju, 2008, Emerging Tourism Development for Tourism and Hospitality in Taiwan,
International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research, Vol. 2 No.
3, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emerald Group Publishing Limited
Cheuk, Sharon, Janie Liew-Tsonis, Grace Phang Ing
dan Izyanti Awang Rasli, 2010, An
Establishment of The Role of Prvate and Public Sectore Interest in the Context
of Tourism Transport Planning and Development: The Case of Malaysia,
International Busisess and Economic Journal Vol. 9 No. 10, diakses tanggal 7
November 2013 dari ProQuest
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTT, 2012, Pesona Alam dan Budaya NTT, Kupang
Ekanayake,
E. M. dan Aubrey E. Long, 2012, Tourism
Development and Economic Growth in Developing Countries¸ The International Journal of Business and Finance Research Volume 6 Number 1pp 51-63,
diakses tanggal 8 November 2013 dari IJBFR
Gelgel, I. Putu, 2006, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globaliasi Perdagangan Jasa,
Bandung: Refika Aditama
Migoya, Alfonso Dubois and Luis Guridi Aldanondo,
2011, Local Human Development In Crisis Contexts,
International Journal of Social Economics Vol. 38 No. 6, pp. 498-515, diakses
tanggal 8 November 2013 dari Emeraldinsight
Mihajlovic, Iris, 2012. The Impact of Information and Communication Technology (Ict) as a Key Factor of Tourism
Development on the Role of Croatian Travel Agencies, International Journal of Business and Social
Science, Vol. 3 No. 2, diakses tanggal 7 November 2013 dari
Emeraldinsight
Neacsue, Nicolae, 2009, Protection and Conservation of
Tourism Potential. Essential Conditions for a Sustainable and Responsible
Development of Tourism,
International Journal For Responsible Tourism Vol. 1 No. 1, diakses
tanggal 7 November 2013 dari ProQuest
Ramon, Grosfoguel, 2010, Developmentalism, Modernity,
and Dependency Theory in Latin America, Nepantla: Views from
South, Volume 1, Issue 2, 2000, pp. 347-374, diakses tanggal 8 November 2013
dari Nepantla
Sawyer, Janet,
2010, An Investigation Into The Social And Environmental Responsibility
Behaviours Of Regional Small Businesses In Relation To Their Impact On The
Local Community And Immediate Environment, Australasian Journal of Regional Studies, Vol. 16,
No. 2, 2010, diakses tanggal 8 November 2013 dari Emeraldinsight
Sukanto, Tio, 2013, Inilah Tujuan Strategis Sail Komodo 2013, Inilah.com 9 April 2013,
diakses dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1976077/inilah-4-tujuan-strategis-sail-komodo-2013#.UoUUitKw10k
tanggal 10 November 2013
Vargas-Herna´ndez, Jose´ G, 2012, Sustainable Cultural and Heritage Tourism in
Regional Development of Southern Jalisco, World Journal of
Entrepreneurship, Management and Sustainable Development Vol. 8 No. 2/3, 2012
pp. 146-161, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emerald Group Publishing
Limited
Wang, Sujie, Marianne Bickle and Rich Harrill, 2010,
Residents’ attitudes toward tourism
development in Shandong China, International Journal Of Culture, Tourism
and Hospitality Research Vol. 4 No. 4 2010, pp. 327-339, diakses tanggal 7
November 2013 dari Emeraldinsight
Wang, Yi, 2009, Chinese Philosophy and Tourism Development:
a case study of Hangzou, InternationalJournal of Culture,
Tourism and Hospitality Research Vol. 5 No. 1 2011, pp. 92-100, diakses tanggal
7 November 2013 dari Emerald Group Publishing Limited
Zunik, Lejla, 2012, Tourist Traffic and
Tourism Profit of Sarajevo city as Reliable Indicators of Tourism Development, Journal International Environmental Application & Science, Vol. 7 (2012): 351-360, diakses tanggal 7 November 2013 dari Emeraldinsight
Terimakasih pak herry kaha, artikelnya sangat bermanfaat dalam membantu saya, membuat tugas pengantar pariwisata.
BalasHapus