Prolog
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Dalam APBD
termuat prioritas-prioritas pembangunan, terutama prioritas kebijakan dan
target yang akan dicapai melalui pelaksanaan belanja daerah sesuai sumber daya
yang tersedia baik yang didapatkan melalui skema transfer maupun perpajakan
daerah dan retribusi daerah.
Penetapan prioritas-prioritas tersebut beserta upaya
pencapaiannya merupakan konsekuensi dari meningkatnya peran dan tanggung jawab pemerintah
daerah dalam mengelola pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Dengan demikian, daerah bertanggungjawab sepenuhnya agar pengelolaan
sumber daya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat mendorong
peningkatan kualitas belanja daerah (quality of spending), dengan
memastikan dana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatan
yang memiliki nilai tambah besar bagi masyarakat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi
daerah adalah faktor keuangan yang baik.[1] Istilah keuangan disini
mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, yang antara
lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan
yang sesuai dengan tujuan dan peraturan
yang berlaku.
Faktor keuangan penting dalam setiap kegiatan
pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak
membutuhkan biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia, makin banyak pula
kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Demikian juga
semakin baik pengelolaannya, semakin berdaya guna pemakaian uang tersebut.[2]
Perwujudan pelayanan publik di daerah
tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan
Belanja Daerah. Belanja Daerah merupakan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh
program/kegiatan yang berdampak langsung
maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di daerah.
Gambaran APBD NTT
Nusa
Tenggara Timur adalah salah satu provinsi miskin di Indonesia. Dengan
Pendapatan Asli Daerah yang sangat kecil, menjadikan daerah ini memiliki
ketergantungan sangat tinggi terhadap dana perimbangan dari pusat. Selain itu
pula potensi alam NTT belum diopimalkan untuk menjadi salah satu sumber
pendapatan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi NTT No. 43 Tahun 2014 tentang
penjabaran APBD 2014, telah ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Tahun Anggaran 2014. Di bawah ini diketengahkan komposisi APBD NTT TA
2014:
Tabel Komposisi APBD NTT Tahun Anggaran 2014
(Jutaan Rupiah)
Pendapatan
|
2.720.974
|
PAD
|
695.416
|
Pajak daerah
|
528.048
|
Retribusi daerah
|
29.712
|
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
|
55.817
|
Lain-lain PAD yang sah
|
81.840
|
Dana Perimbangan
|
1.290.418
|
DBH
|
84.495
|
DAU
|
1.131.688
|
DAK
|
74.236
|
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
|
735.139
|
Hibah
|
11.873
|
Dana darurat
|
|
Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya
|
|
Dana penyesuaian dan otonomi khusus
|
717.288
|
Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya
|
|
Lain-lain
|
5.979
|
Belanja
|
2.738.061
|
Belanja Tidak Langsung
|
1.756.409
|
Belanja Pegawai
|
485.429
|
Belanja Bunga
|
|
Belanja Subsidi
|
|
Belanja Hibah
|
923.508
|
Belanja Bantuan sosial
|
40.940
|
Belanja Bagi hasil kpd Kab/Kota dan Pemdes
|
254.525
|
Belanja Bantuan keuangan kpd Kab/Kota dan Pemdes
|
34.508
|
Belanja tidak terduga
|
17.500
|
Belanja Langsung
|
981.652
|
Belanja Pegawai
|
78.695
|
Belanja Barang dan jasa
|
490.380
|
Belanja Modal
|
412.577
|
Pembiayaan Netto
|
17.087
|
Penerimaan Pembiayaan
|
97.957
|
SiLPA TA sebelumnya
|
90.190
|
Pencairan dana cadangan
|
|
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
|
|
Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
|
|
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
|
7.767
|
Pengeluaran Pembiayaan
|
80.870
|
Pembentukan Dana Cadangan
|
|
Penyertaan Modal (Investasi) Daerah
|
75.870
|
Pembayaran Pokok Utang
|
|
Pemberian Pinjaman Daerah
|
5.000
|
Pembayaran Kegiatan Lanjutan
|
|
Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga
|
|
Berdasarkan
komposisi anggaran di atas maka dapat dilakukan analisis terhadap APBD NTT
Tahun Anggaran 2014 sebagai berikut:
1. Sumber-sumber PAD
Jika dikaitkan dengan otonomi daerah, maka PAD merupakan
sumber pendapatan yang penting untuk dapat membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan suatu daerah. PAD bahkan dapat memberi warna
terhadap tingkat otonomi suatu daerah.[3] Dibawah ini ditampilkan
persentase sumber-sumber PAD NTT Tahun Anggaran 2014:
Sumber: Olahan Data APBD
2014
Mengacu pada grafik di atas maka terlihat bahwa
kontribusi terbesar PAD berasal dari pajak daerah sebesar 76%. Hal ini
menandakan bahwa kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sangat memberikan
kontribusi dalam menyumbang pendapatan daerah. Sedangkan sumber lain seperti
retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang syah
tidak berkontribusi nyata dalam menambah pundi-pundi PAD. Retribusi daerah
memberi sumbangan paling sedikit bagi PAD NTT. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Pemprov NTT belum mengoptimalkan retribusi jasa dan juga perizinan untuk
menggenjot PAD. Atau juga iklim usaha di daerah ini belum bergairah untuk
meningkatkan denyut nadi perekonomian daerah atau dengan kata lain NTT belum
menjadi “surga” bagi para investor atau pelaku usaha, sehingga berpengaruh
terhadap retribusi daerah yang sangat minim.
Kekayaan alam pun belum dikelola secara baik, sehingga
kontribusinya hanya 12% terhadap PAD. Padahal jika ditilik, NTT cukup memiliki
potensi alam yang jika dikelola dengan baik, justru akan meningkatkan
pendapatan daerah. Sebut saja, potensi laut. NTT yang luas wilayahnya
didominasi lautan memiliki “harta terpendam”, baik di atas maupun di dasar
laut. Yang dimaksud di atas permukaan laut adalah keindahan pantai dan ombak
yang dapat menjadi daya tarik wisata. Sedangkan bawah laut, NTT memiliki
beberapa perairan yang masuk taman bawah laut terbaik di dunia. Selain itu pula
perairan NTT kaya akan berbagai macam ikan, udang, mutiara dan sebagainya.
2. Perbandingan
Sumber Pendapatan
Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan UU No. 25
Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah antara
lain: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, pinjaman daerah dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dari sumber-sumber inilah menjadi bagian
dari pendapatan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah.
Bedasarkan sumber-sumber pendapatan di atas, maka dapat
ditunjukkan grafik sumber pendapatan sesuai postur APBD NTT 2014. Adapun
persentase sumber pendapatan sebagai berikut:
Sumber: Olahan Data APBD NTT Tahun Anggaran
2014
Berdasarkan grafik di atas, ditemukan bahwa PAD NTT
ternyata sangat kecil (26%), sehingga ketergantungannya terhadap pusat melalui
dana perimbangan sangat tinggi (47 %) atau hampir separuh dari pendapatan
daerah berasal dari uluran tangan pusat. Terlihat pula kontribusi dari BUMD
atau BLUD sangat rendah (27%) terhadap sumbangan pendapatan daerah. Dengan
demikian daerah ini boleh dikatakan belum mandiri jika dilihat dari perspektif
otonomi daerah. Dengan rendahnya PAD, dapat menunjukkan bahwa Pemprov. NTT belum
kreatif dalam mencari sumber pemasukan bagi daerah. Selain itu optimalisasi
potensi lokal belum benar-benar diseriusi oleh pemprov NTT. BUMD pun tidak
berkontribusi besar dalam mendongkrak pendapatan daerah.
3. Belanja
Tidak Langsung
Sumber: Olahan Data APBD NTT 2014
Mengacu pada presentase belanja tidak langsung di atas,
maka terlihat jelas bahwa terdapat kejanggalan, dimana terdapat perbedaan
begitu signifikan dalam pos-pos belanja tidak langsung ini. Dimana belanja
hibah mendapat alokasi dana yang sangat besar, lebih dari setengah belanja
tidak langsung yakni 53% dibandingkan dengan pos belanja lain dalam struktur
belanja tidak langsung ini. Belanja hibah merupakan belanja pemerintah (pusat
maupun daerah) dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari pemerintah kepada
pemerintah negara/provinsi/kabupaten/kota lain, lembaga/organisasi
internasional, dan pemerintah daerah khususnya pinjaman dan/atau hibah luar
negeri yang diterushibahkan ke daerah. Belanja hibah memiliki karakteristik
tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, tidak
secara terus menerus, bersifat sukarela dengan pengalihan hak dan dilakukan
dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah.[4]
Berdasarkan konsep dana hibah di atas maka dapat
disinyalir bahwa begitu besarnya pos belanja hibah untuk postur APBD 2014 ini
merupakan salah satu modus untuk menyalahgunakan uang rakyat oleh para elit di
NTT. Sifat belanja hibah yang tidak mengikat inilah berpotensi terjadi
penyelewengan uang negara. Atau belanjah hibah menurut hemat saya adalah salah
satu modus pencitraan oleh kepala daerah dengan jalan memberikan hibah kepada
kabupaten/kota. Selain itu pula belanja bantuan sosial dan bantuan keuangan (2%)
walaupun kecil, tetapi patut dicurigai, karena berdasarkan hasil audit BPK
Perwakilan NTT, dana bansos setiap tahun terdapat kejanggalan dalam penggunaan,
atau rata-rata penggunaan tidak sesuai peruntukan.
4. Belanja
Langsung
Sesuai struktur APBD, belanja langsung meliputi belanja
pegawai, belanja modal dan belanja barang dan jasa. Berdasarkan komposisi APBD
NTT TA 2014, maka adapun persentase untuk pos anggaran belanja langsung sebagai
berikut:
Sumber: Olahan Data APBD NTT TA 2014
Mengacu pada grafik belanja langsung di atas maka dari tiga komponen belanja langsung yakni belanja pegawai,
belanja barang dan jasa dan belanja modal masih terdapat ketimpangan, dimana
belanja barang dan jasa (50%) lebih tinggi dalam pos belanja langsung ini jika
dibandingkan dengan belanja modal (42%). Belanja pegawai walaupun hanya 8% tetapi
alangkah baiknya dikurangi lagi menjadi 5% dari belanja langsung untuk
mendongkrak belanja modal. Biaya perjalanan dinas sebaiknya dipangkas dan
mengurangi perjalanan dinas aparatur yang pada umunya tidak efektif atau hanya
dipakai oleh pejabat untuk pelesiran keluar daerah.
Menilik besarnya belanja
barang dan jasa maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran pemerintah NTT dalam hal
pembelian ATK dsb masih sangat tinggi, padahal jika mau dihemat pos anggaran
ini dapat memperbesar belanja modal yang sudah seharusnya mendapat porsi paling
besar untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah.
5. Penerimaan
Pembiayaan
Pos anggaran penerimaan pembiayaan terdiri dari Sisa
Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) dan penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Berdasarkan komposisi APBD NTT 2014 di atas, maka persentase penerimaan
pembiayaan dapat dianalisis sebagai berikut:
Sumber: Olahan Data APBD NTT Tahun Anggaran
2014
Dari grafik ini terlihat bahwa SiLPA Provinsi NTT tahun
anggaran sebelumnya berkontribusi besar dalam penerimaan pembiayaan TA 2014
ini, dengan persentase sebesar 92 % atau dalam nominal rupiah sebesar Rp.
90.190.000.000. Besarnya dana SiLPA ini menandakan bahwa serapan APBD NTT belum
optimal, atau banyak program pemerintahan dan pembangunan yang tidak berjalan
dengan baik pada tahun anggaran sebelumnya. Perencanaan pun boleh dikatakan
tidak matang pada tahap penyusunan anggaran. Karenanya, kinerja SKPD perlu
dievaluasi kembali oleh pimpinan daerah.
Melihat pembangunan NTT yang masih tertinggal dari
provinsi lain di Indonesia maka besarnya dana SiLPA ini seharusnya tidak bisa
dibiarkan. Walaupun SiLPA tetap digunakan untuk anggaran berikutnya namun pola
seperti ini sudah saatnya dihilangkan, karena akan terjadi in-efektifitas dalam pembangunan daerah untuk kesejahteraan
masyarakat.
6. Pengeluaran
pembiayaan
Di bawah ini ditunjukan persentase pengeluaran pembiayaan
sesuai komposisi APBD NTT Tahun Anggaran 2014:
Sumber: Olahan Data APBD NTT TA 2014
Mengacu pada grafik di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pengeluaran pembiayaan dalam postur APBD NTT 2014 didominasi oleh penyertaan
modal sebesar 94 %, sedangkan pemberian pinajaman daerah hanya 6 %. Besarnya
dana investasi daerah ini menunjukkan BUMD/BLUD belum mandiri sehingga sangat
tergantung pada APBD. Oleh karena itu BUMD/BLUD yang tidak produktif dan hanya
menyedot anggaran daerah sebaiknya ditutup. Atau manajemen perusahaan daerah
tersebut perlu dievaluasi untuk melihat kekurangan dan kesalahan dalam
pengelolaan. Personalia yang tidak berkompeten pun perlu diganti.
Modus pembancakan anggaran rakyat ini salah satunya
melalui BUMD. Si Kepala Daerah menempatkan orang-orang dekatnya untuk mengelola
BUMD agar lebih mudah dalam menggunakan uang untuk kepentingan sang Kepala Daerah
dan kroni-kroninya, salah satunya adalah untuk kepentingan suksesi. Jika
demikian maka pihak berwajib perlu melakukan penyelidikan atau audit terhadap
keuangan pada BUMD dimaksud.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis yang telah
diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa postur APBD NTT 2014 masih pro
aparatur atau jauh dari penggunaan untuk publik. Dengan besarnya penggunaan
dana APBD untuk belanja pegawai pada pos anggaran belanja barang dan jasa
sebesar 50 % dan belanja pegawai sebesar 8% jika dibandingkan belanja modal
untuk kesejahteraan masyarakat sebesar 42%. Belanja aparatur yang tidak terlalu
urgen sebaiknya dihapus. Perjalanan dinas yang hanya dimanfaatkan untuk
pelesiran pejabat ke luar negeri/daerah sebaiknya dihentikan, karena hanya
menghambur-hamburkan uang rakyat.
Belanja hibah sangat mendominasi
agregat belanja daerah TA 2014 ini. Ketidakwajaran alokasi anggaran ini perlu
dikawal oleh semua elemen, karena modus pembancakan anggaran rakyat salah
satunya melalui dana hibah.
Bantuan keuangan yang hanya 2% dalam
postur APBD NTT ini, menurut hemat saya perlu dinaikan persentasenya, karena
kabupaten/kota lah yang bersentuhan langsung dengan pelayanan dan pembangunan
terhadap masyarakat. Keengganan pemprov NTT memberikan bantuan keuangan memberi
kesan kurangnya dukungan terhadap pembangunan di kabupaten/kota. Lagipula
kabupaten/kota yang lebih mengetahui pembangunan apa yang harus dilakukan dalam
memajukan masyarakatnya.
Besarnya SiLPA pun perlu menjadi
perhatian pemerintah, agar masyarakat tidak dirugikan, sehingga kinerja
instansi pemerintah sesegera mungkin dievaluasi. Perencanaan harus dilakukan
secara matang, sehingga penggunaan APBD lebih efektif dalam kerangka memajukan
daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu perusahaan daerah
perlu dievaluasi agar eksistensinya benar-benar bermanfaat untuk kepentingan
publik dan sumbangan pendapatan untuk daerah.
Defisit anggaran yang terdapat dalam
APBD NTT 2014 sebesar Rp. 17.087.302.000
tentunya tidak dianggap enteng karena jikalau dibiarkan maka daerah ini hanya
melakukan pinjaman tiap anggaran baru atau mengharapkan silpa untuk menutup defisit
ini. Karenanya perencanaan anggaran harus benar-benar melalui kalkulasi dengan
menyesuaikan kekuatan anggaran daerah. Karena itu pembiayaan yang tidak urgen
sebaiknya ditiadakan demi menghilangkan defisit setiap anggaran berjalan.
Potensi alam NTT sudah saatnya
dikelola dan dikembangkan demi memberikan kontribusi pendapatan daerah. Alam
NTT yang kaya akan keindahan alamnya perlu dipromosi ke luar untuk menarik
wisatawan manca negara. Sehingga dunia tidak hanya mengenal komodo tetapi
keindahan alam lain, seni dan budaya yang juga tidak kalah menariknya. Selain
potensi pariwisata, NTT juga berpotensi dalam bidang peternakan dan perikanan
serta masih banyak potensi lain yang jika dikembangkan dan dikelola dengan baik
akan memajukan daerah dan mensejahterakan masyarakat.
[1] Y.R.
Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara
Kesatuan RI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 61.
[2] M.
Manulang, Dasar-dasar Manajemen,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 67
[3] B.S.
Asrori, Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kemampuan untuk Melaksanakan Otonomi Daerah di Yogyakarta, Tesis, UGM,
Yogyakarta, 2000
[4] Lihat
Nota Keuangan RAPBN 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar